PENDIDIKAN JASMANI,
OLAHRAGA, DAN BERMAIN

A. Hakekat Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral
dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan
pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk
mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap
pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan
yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran
harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara
penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran
pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi
perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model
pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang
hendak mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering
dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan jasmani disamakan dengan
setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh
manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik
(pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development).
Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan
jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai
tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka
kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan
aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam
konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses
tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik
antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Apabila dicermati lebih jauh, makna
pendidikan jasmani maka beraneka ragam tetapi keragaman tersebut pada umumnya
sama seperti pandangan terhadap pendidikan pada umumnya.
1. Pandangan Tradisional
Menganggap bahwa Pendidikan jasmani hanya
semata-mata mendidik jasmani atau sebagai pelengkap, penyeimbang, atau
penyelaras pendidikan rohani manusia. Dengan kata lain pendidikan jasmani hanya
sebagai pelengkap
Di Amerika Serikat, pandangan dikotomi ini
muncul pada akhir abad 19 (1885-1900), yang dipengaruhi oleh sistem Eropa,
seperti sistem Jerman dan system Swedia; yang menekankan pada perkembangan
aspek fisik, kehalusan gerak, dan karakter peserta didik, dengan gymnastik
sebagai
Penjas lebih berperan sebagai “medicine”
(obat) dari pada pendidikan. Oleh karena itu para pengajar Pendidikan jasmani
berlatarbelakang akademis kedokteran dasar, sehingga dalam merumuskan
tujuan, program pelaks, dan penilaian menjadi salah kaprah. Yaitu cenderung
kepada upaya memperkuat badan, memperhebat ketr fisik yg mengabaikan
kepentingan jasmani itu sendiri.
2. Pandangan Modern
Pandangan modern atau sering disebut juga
pandangan holistik, menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari
bagian-bagian yg terpilah-pilah. Manusia adl kesatuan dari berbagai bagian yang
terpadu. Oleh karena itu pendidikan jasmani tidak hanya berorientasi pada
jasmani (satu komponen saja)
Di Amerika Serikat dipelopori oleh Wood
dilanjutkan Hetherington tahun 1910. Pendidikan jasmani dipengaruhi “progressive
education” bahwa semua pendidikan harus memberi kontribusi terhadap
perkembangan anak secara menyeluruh, dan penjas mempunyai peranan yang sangat
penting terhadap perkembangan tersebut.
3. Pandangan di Indonesia
Pandangan holistik oleh Jawatan Pendidikan
Jasmani tahun 1960: “Pendidikan jasmani adalah pendidikan yang
mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindak, dan
karya yg diberi bentuk isi, dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan
cita-cita kemanusiaan”
Definisi yang relatif sama, oleh Pangrazi
dan Dauer (1992) Pendidikan jasmani merupakan bagian dari program pendidikan
umum yang memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan jasmani
didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan
dengan cara-cara yg tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani
merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan
memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan
afektif.
Bucher, (1979) mengemukakan
pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan
secara keseluruhan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan
emosional.
Hal senada juga dikemukakan oleh Abdul Kadir
Ateng (1993) bahwa; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Wall dan Murray (1994)
mengemukakan lebih spesifik, “masa kanak-kanak adalah masa yang sangat
kompleks, dimana pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah. Oleh
karena sifat anak-anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh dan
berkembang, maka perubahan satu element sering kali mempengaruhi perubahan pada
element lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara keseluruhan yang harus
dididik, tidak hanya mendidik jasmani atau tubuhnya saja”.
Pendidikan jasmani dalam
KTSP adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain
untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan
emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif
setiap siswa.
B. Perbedaan Pendidikan Jasmani dengan
Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita
harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport),
sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam
konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau
masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih
konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang
digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang
bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu
bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani,
meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk
bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang
bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya
lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang
lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan
aktivitas
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai
aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu
sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki
beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik
tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut,
dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan
berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah
aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi,
sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau
rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi
sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek
kompetitif teramat penting dalam
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung
elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah
satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya.
Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas
jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat
fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak
bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan
dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani
melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam
konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain
dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga
olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga
profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi
kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan
bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk
kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan
pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus
beriringan bersama.
Antara pendidikan jasmani dan olahraga di
sekolah bila diperbandingkan dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Pendidikan Jasmani dan
Olahraga di Sekolah
Pendidilkan Jasmani
|
Olahraga
|
Objek:
Seluruh siswa
|
Objek:
Siswa yang berminat/berbakat dalam cabang olahraga tertentu, calon
atlet/atlet
|
Subjek:
Guru
|
Subjek:
Pelatih
|
Tujuan:
Untuk mencapai tujuan pendidikan
|
Tujuan:
Untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya
|
Materi:
Semua aktivitas fisik/gerak (termasuk olahraga)
|
Materi:
Cabang-cabang olahraga
|
Sasaran:
Aktivitas fisik/gerak sebagai alat
|
Sasaran:
Terkuasainya cabang olahraga tertentu/yang diminati
|
Sifat:
Wajib
|
Sifat:
Sukarela
|
Waktu
pelaksanaan: Intrakurikuler
|
Waktu
pelaksanaan: Ekstrakurikuler
|
C.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Jasmani
1.
Tujuan Pendidikan Jasmani
Mata
pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
- Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.
- Meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik.
- Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
- Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahrgaga dan kesehatan.
- Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis.
- Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
- Memahami konsep aktivitas jasmani dan olehraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
2.
Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SD/MI, adalah
meliputi tujuh aspek antara lain:
- Permainan dan olahraga
- Aktivitas ritmik
- Aktivitas uji diri (senam)
- Aktivitas pengembangan
- Aktivitas air (akuatik)
- Aktivitas di luar kelas (outdoor activity)
- Pendidikan kesehatan.
3.
Fungsi Pendidikan Jasmani
Fungsi
pendidikan jasmani Annarino, Cowell, and Hazelton (1980: 62-63)
mengklasifikasikan ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler;
(3) perseptual; (4) kognitif; (5) sosial; dan (6) emosi.
(A).
Aspek Organik:
- Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk pengembangan keterampilan.
- Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot
- Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama.
- Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada efisiensi yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.
- Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.
(B).
Aspek Neuromuskuler:
- Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan.
- Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik
- Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.
- Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.
- Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan
- Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli, gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.
- Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.
(C).
Aspek perseptual:
- Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil.
- Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
- Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki
- Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus perhatian
- Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis
- Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.
- Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri
- Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang
(D).
Aspek Kognitif:
- Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.
- Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
- Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi.
- Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani
- Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas, bola, dan dirinya.
- Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh gerakan
- Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.
(E).
Aspek sosial:
- Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam masyarakat dan lingkungannya.
- Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok
- Belajar berkomunikasi dengan orang lain
- Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok
- Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat
- Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.
- Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif
- Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif
- Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.
(F).
Aspek emosional:
- Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan kebutuhan dasar.
- Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui keberhasilan atau kegagalan.
- Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat
- Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas
- Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Abdulkadir
Ateng (1993). Pendidikan Jasmani Di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Ilmu
Keolahragaan Guna Krida Prakasa Jati.
_______________
(1997), Epistemologi Ilmu Keolahragaan, Bandung: Dep. Pendidikan dan
Kebudayaan, IKIP
Annarino,
Anthony A., Cowell, Charles C., dan Hazelton, Helen W. (1980). Curriculum
Theory and Design in Physical Education. (London: C.V. Mosby Company).
Bucher,
Charles A. (1979). Foundations of Physical Education. (London: The C.V.
Mosby Company).
Dougherty,
Neil J. and Bonnano, Diene (1979).Contemporary Approach To The Teaching of
Physical Education. (Minnesota: Burgess Publishing Company).
Gabbard,
Carl., LeBlanc, Elizabeth, and Lowy, Susan (1987). Physical Education For
Children. (New Jersey: Prentice-Hall, Inc).
Hurlock,
Elizabeth B (1990). Perkembangan Anak. Terjemahan Tjandrosa dan
Muslichah Zarkasih. (Jakarta: Penerbit Erlangga).
Hurlock,
Elizabeth B. (1991). Perkembangan Anak. Jilid 1. Terjemahan Meitasri
Tjandrasa, Muslichah Zarkasih, dan Agus Dharma (Jakarta: Penerbit Erlangga).
Nixon
and Cozens (1963). An Introduction to Pysical Education. (Philadelphia:
W.B. Saunders Company).
Pangrazi,
Robert P. and Dauer, Victor P. (1981). Movement In Early Childhood and
Primary Education. (Minnesota: Burgess Publishing Company).
Syamsudin (2008), Pembelajaran Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan SD/MI, (Jakarta: PT. Fajar Interpratama)
TUJUAN DAN FUNGSI PENJAS DAN OLAHRAGA
BAB I
PENDIDIKAN SECARA UMUM
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Arti pendidikan sangat beragam. Definisi atau pengertian
pendidikan antara seorang ahli dan yang lainya tidaklah sama. Apalagi ahli-ahli
pada zaman dahulu dan zaman sekarang. Berikut beberapa definisi pendidikan
menurut para ahli:
Menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses
pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan
batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan
pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan
seseorang.
Menurut Prof. Herman H. Horn, pendidikan adalah proses abadi
dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisk
dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam
alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan
yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan
anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu
berlangsung.
Menurut Prof. H. Mahmud Yunus, pendidikan adalah usaha-usaha
yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan
peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat
mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi. Agar si anak hidup
bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat.
Mnurut hemat kami, pengertian yang diberikan oleh Prof. H.
Mahmud Yunus lebih mengena dan menyeluruh dibanding pengertian-pengertian
pendidikan menurut para pakar lainya.
Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan
dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak
orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan
harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih
berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, “Saya
tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya.”
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam
— sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka — walaupun pengajaran
anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.
Menurut Undang-Undang
a. UU SISDIKNAS No. 2 tahun
1989 : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang
b. UU SISDIKNAS no. 20 tahun
2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik
akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia. Tujuan
pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu menurut islam dan tujuan pendidikan
secara umum.
A. Tujuan
Pendidikan Dalam Islam
Tujuan pendidikan islam adalah mendekatkan diri kita kepada
Allah dan pendidikan islam lebih mengutamakan akhlak. Secara lebih luas
pendidikan islam bertujuan untuk
· Pembinaan Akhlak
· Penguasaan Ilmu
· Keterampilan bekerja dalam masyarakat
· Mengembangkan akal dan Akhlak
· Pengajaran Kebudayaan
· Pembentukan kepribadian
· Menghambakan diri kepada Allah
· Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
B. Tujuan
Pendidikan Secara Umum
Tujuan pendidikan secara umum dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No2 Tahun 1985 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu
yang beriman dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan berbangsa.
2. Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993
yaitu Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional
juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada
sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa
depan.
BAB
II
PENDIDIKAN JASMANI
Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral
dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek
kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas
emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas
jasmani dan olahraga.
Di dalam intensifikasi penyelengaraan pendidikan sebagai
suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, peranan
Pendidikan Jasmani adalah sangat penting, yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas
jasmani, bermain dan olahraga yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan
pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup
sehat dan aktif sepanjang hayat.
Pendidikan Jasmani merupakan media untuk mendorong
perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran,
penghayatan nilai (sikap-mental-emosional-spiritual-sosial), dan pembiasaan
pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan
yang seimbang.
Dengan Pendidikan Jasmani siswa akan memperoleh berbagai
ungkapan yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta
berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani,
kebiasaan hidup sehat dan memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap gerak
manusia.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani guru diharapkan
mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan
dan olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan
lain-lain) serta pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran
konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan
unsur fisik, mental, intelektual, emosi dan sosial. Aktivitas yang diberikan
dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga
aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran.
Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran
paedagogis, dan tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya Pendidikan
Jasmani, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk
mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alamiah berkembang searah dengan
perkembangan zaman.
Pengertian
Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler,
perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Jasmani.
1. Tujuan Pendidikan Jasmani:
§ Meletakkan landasan karakter yang
kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani
§ Membangun landasan kepribadian yang
kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan
budaya, etnis dan agama
§ Menumbuhkan kemampuan berfikir
kritis melalui tugas-tugas pembelajaran Pendidikan Jasmani
§ Mengembangkan sikap sportif, jujur,
disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui
aktivitas jasmani
§ Mengembangkan keterampilan gerak dan
keterampilan teknik serta strategi berbagai permainan dan olahraga, aktivitas
pengembangan, senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air) dan pendidikan
luar kelas (Outdoor education)
§ Mengembangkan keterampilan
pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani
serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani
§ Mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain
§ Mengetahui dan memahami konsep
aktivitas jasmani sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan
pola hidup sehat
§ Mampu mengisi waktu luang dengan
aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.
2. Fungsi Pendidikan Jasmani adalah:
a. Aspek organic
· menjadikan fungsi sistem tubuh
menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya
secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan
· meningkatkan kekuatan yaitu jumlah
tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot
· meningkatkan daya tahan yaitu
kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama
· meningkatkan daya tahan
kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas yang berat secara
terus menerus dalam waktu relatif lama
· meningkatkan fleksibelitas, yaitu;
rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang
efisien dan mengurangi cidera.
b. Aspek neuromuskuler
· meningkatkan keharmonisan antara
fungsi saraf dan otot
· mengembangkan keterampilan
lokomotor, seperti; berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah,
mendorong, menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik
· mengembangkan keterampilan non-lokomotor,
seperti; mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,
membongkok
· mengembangkan keterampilan dasar
manipulatif, seperti; memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar,
mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli
· mengembangkan faktor-faktor gerak,
seperti; ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan
· mengembangkan keterampilan olahraga,
seperti; sepak bola, soft ball, bola voli, bola basket, baseball, atletik,
tennis, beladiri dan lain sebagainya
· mengembangkan keterampilan rekreasi,
seperti, menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnya.
c. Aspek perceptual
· mengembangkan kemampuan menerima dan
membedakan isyarat
· mengembangkan hubungan-hubungan yang
berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada
di: depan, belakang, bawah, sebelah kanan atau sebelah kiri dari dirinya
· mengembangkan koordinasi gerak
visual, yaitu; kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak
yang melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki
· mengembangkan keseimbangan tubuh
(statis, dinamis), yaitu; kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan
dinamis
· mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu;
konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau
menendang
· mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu;
kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian
dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri
· mengembangkan image tubuh (body
image), yaitu kesadaran bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya
dengan tempat atau ruang.
d. Aspek kognitif
· mengembangkan kemampuan menggali,
menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan
· meningkatkan pengetahuan peraturan
permainan, keselamatan, dan etika
· mengembangkan kemampuan penggunaan
strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi
· meningkatkan pengetahuan bagaimana
fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani
· menghargai kinerja tubuh; penggunaan
pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan,
dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya
· meningkatkan pemahaman tentang
memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.
e. Aspek social
· menyesuaikan diri dengan orang lain
dan lingkungan dimana berada
· mengembangkan kemampuan membuat
pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok
· belajar berkomunikasi dengan orang
lain
· mengembangkan kemampuan bertukar
pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok
· mengembangkan kepribadian, sikap,
dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat
· mengembangkan rasa memiliki dan rasa
diterima di masyarakat
· mengembangkan sifat-sifat
kepribadian yang positif
· belajar menggunakan waktu luang yang
konstruktif
· mengembangkan sikap yang
mencerminkan karakter moral yang baik.
f. Aspek emosional
· mengembangkan respon yang sehat
terhadap aktivitas jasmani
· mengembangkan reaksi yang positif
sebagai penonton
· melepas ketegangan melalui aktivitas
fisik yang tepat
· memberikan saluran untuk
mengekspresikan diri dan kreativitas
· menghargai pengalaman estetika dari
berbagai aktivitas yang relevan.
Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani
1.
Permainan dan olahraga meliputi:
olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor
non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola,
bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri,
serta aktivitas lainnya
2.
Aktivitas pengembangan meliputi:
mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur
tubuh serta aktivitas lainnya
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa:
· Pendidikan merupakan usaha yang terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
· Pendidikan dapat diajarkan kepada
seseorang sejak bayi. Atau
bahkan sebelum ia lahir dengan cara memberikan sebuah alunan musik klasik yang
di yakini dapat mencerdaskan otak bayi tersebut
· Pendidikan menurut pandangan islam
lebih dominan kepada pembentukan akhlak, akidah dan iman. Sedangkan secara umum
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pengembangan kemapuan yang
dimiliki. Apabila kedua hal ini digabungkan maka hasil dari pendidikan akan
sangat maksimal dan menghasilkan peserta didik yang memiliki intelektual dan
akhlak yang mulia.
· Pendidikan Jasmani pada dasarnya
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan
untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir
kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral
melalui aktivitas jasmani dan olahraga.
· Pendidikan Jasmani memanfaatkan
aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler,
perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
KONSEP
DAN FALSAPAT PENJAS DAN OLAHRAGA
KONSEPSI
DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI
A. Pengertian Pendidikan
Jasmani
Pendidikan jasmani
merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya
dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk
membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan.
Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan
keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam
aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara
sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya.
Meskipun penjas menawarkan
kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat untuk mengatakan pendidikan
jasmani diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira dan
bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan jasmani hanyalah sebagai
mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak memiliki tujuan yang
bersifat mendidik.
Pendidikan jasmani
merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk
mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah
penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan
IPA, dan lain-lain.
Namun demikian tidak
semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas
boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran
negatif tentang pembelajaran penjas, mulai dari kelemahan proses yang menetap
misalnya membiarkan anak bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil
pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah.
Di kalangan guru penjas
sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan jasmani dapat dilaksanakan
seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke
lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan.
Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan.
Mengapa bisa terjadi
demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru tentang arti dan
tujuan pendidikan jasmani di sekolah, di samping ia mungkin kurang mencintai
tugas itu dengan sepenuh hati.
Apakah sebenarnya
pendidikan jasmani dan apa tujuannya? Secara umum pendidikan jasmani dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui
aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai
tujuan pendidikan.
|
Definisi di atas
mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian tak terpisahkan dari
pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan
berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi
manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada
perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan karakteristik anak.
Jadi, pendidikan jasmani
diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga.
Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran
lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak
secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh gurunya dan diberikan dalam
situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak
didik.
Tujuan pendidikan
jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan
kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus
mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional
dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani bertujuan untuk mengembangkan potensi
setiap anak setinggi-tingginya. Dalam bentuk bagan, secara sederhana tujuan
penjas meliputi tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, sebagai berikut:
Tujuan di atas merupakan
pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan tersebut harus
bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang direncanakan secara matang,
dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan demikian, hal terpenting untuk
disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri
sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan.
Misi pendidikan jasmani
tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan
psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar
dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk
dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan
pembelajaran pengembangan domain psikomotor.
Dalam hal ini, untuk
mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak
tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip
yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam adegan yang bersifat
mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran
emosional dan sosial anak. Dengan demikian anak akan berkembang secara
menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan.
B. Perbedaan Makna
Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga
Salah satu pertanyaan
yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah
pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh
yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin
terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru
penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi
menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam
kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan”
(penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut
tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua
istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama
itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan
filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun
berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan
jasmani ?
Pendidikan jasmani
berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya
terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang
dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada
keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik,
keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga
keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh
adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting
dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan
anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid
lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Adapun pendidikan
olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar menguasai
cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang
olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di
sini adalah ‘ hasil ‘ dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta
bagaimana anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin
dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses pembelajaran.
Yang sering terjadi pada
pembelajaran ‘pendidikan olahraga‘ adalah bahwa guru kurang memperhatikan
kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli,
mereka belajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik
dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan penyajian
tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang diperhatikan.
Guru demikian akan
berkata: “kalau perlu tidak usah ada pentahapan, karena anak akan dapat
mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola, dan instruksikan anak supaya
bermain langsung”. Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan
anak yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi temannya yang sudah
mahir tadi. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan: “Kalau anda ingin
anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling dalam, dan
mereka akan bisa sendiri“
Tabel di bawah
menekankan perbedaan antara pendidikan jasmani dengan pendidikan olahraga.
Perbedaan antara Pendidikan
Jasmani dan Pendidikan Olahraga
|
|
Pendidikan
Jasmani
|
Pendidikan
Olahraga
|
|
|
Pendidikan jasmani tentu
tidak bisa dilakukan dengan cara demikian. Pendidikan jasmani adalah suatu
proses yang terencana dan bertahap yang perlu dibina secara hati-hati dalam
waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran
pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai keterampilan berolahraga,
misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan pada pembelajaran teknik dasar
dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini, guru tidak
akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu melakukannya, sebab cara
melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan cara tunggal.
Beberapa anak mungkin bisa mengikuti dan menikmati cara belajar yang dipilih
guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa selalu gagal, karena bagi mereka cara
latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu mudah.
Anak-anak yang berhasil
akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera menyenangi permainan sepak
bola. Tetapi bagaimana dengan anak-anak lain yang kurang berhasil? Mereka akan
serta merta merasa bahwa permainan sepak bola terlalu sulit dan tidak
menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai pelajaran dan permainan sepak bola
tadi. Apalagi bila ketika mereka melakukan latihan yang gagal tadi, mereka
selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau bahkan oleh gurunya sendiri.
Anak-anak dalam
‘kelompok gagal’ ini biasanya mengalami perasaan negatif. Akibatnya, citra diri
anak tidak berkembang dan anak cenderung menjadi anak yang rendah diri.
Melalui pembelajaran
pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan tadi bisa dihapuskan,
karena guru memilih cara agar anak yang kurang terampil pun tetap menyukai
latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping guru membedakan bentuk latihan
yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun dibedakan pula.
Untuk ‘kelompok mampu’ kriteria keberhasilan lebih berat dari anak yang kurang
mampu, misalnya dalam pelajaran renang di tentukan: mampu meluncur 10 meter
untuk anak mampu, dan hanya 5 meter untuk anak kurang mampu.
Dengan cara demikian,
semua anak merasakan apa yang disebut “perasaan berhasil” tadi, dan anak makin
menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring dengan seringnya mereka
mengulang-ulang latihan. Cara ini disebut gaya mengajar ‘partisipatif’ karena
semua anak merasa dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Untuk mencegah
terjadinya bahaya lain dari kegagalan, guru pendidikan jasmani harus
mengembangkan cara respons siswa terhadap anak yang gagal dan melarang siswa
untuk melemparkan ejekan pada temannya.
C. Dasar Falsafah
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani
merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat
program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.
Sumbangan nyata
pendidikan jasmani adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena
itu posisi pendidikan jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari
mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus
mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran lainnya.
Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui
pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
Ada tiga hal penting
yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani, yaitu:
- meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
- meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
- meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Adakah pelajaran lain
(seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang bisa menyumbang kemampuan-kemampuan
seperti di atas?
Untuk meneliti aspek
penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kebugaran dan
kesehatan
Kebugaran dan kesehatan
akan dicapai melalui program pendidikan jasmani yang terencana, teratur dan
berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan berpengaruh
terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti jantung dan
paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik dan
efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya. Dengan bertambah baiknya
sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh akan meningkat dalam hal
daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian juga dengan beberapa kemampuan
motorik seperti kecepatan, kelincahan dan koordinasi.
Pendidikan jasmani juga
dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu
menentukan sikap bahwa kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya,
dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan
membawa anak pada kualitas hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang
disebut dengan istilah wellness.
Konsep sehat dan
sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat secara fisik.
Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta kebiasan
hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya. Kebiasaan hidup
sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga mencakup juga
kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya adalah anak lebih
tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa optimis, merasa aman,
nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam
asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain, merangsang
perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai
keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk keterampilan dasar misalnya
berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti senam atau renang. Pada
akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Terkuasainya
prinsip-prinsip gerak
Pendidikan jasmani yang
baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip gerak.
Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu
keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian,
seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, anak harus mengerti
mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha
menjaga keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus
dilakukan pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat
kebugaran jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur?
Namun demikian,
sumbangan pendidikan jasmani pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan
merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti kemampuan membuat
keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain
(empati).
4. Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati
secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam pendidikan jasmani
dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di
sini bahwa pendidikan jasmani yang efektif mampu merangsang kemampuan berpikir
dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola
permainan yang memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya
kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang
melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis dengan baik untuk membuat
keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak langsung, keterlibatan anak dalam
kegiatan pendidikan jasmani merupakan latihan untuk menjadi pemikir dan
pengambil keputusan yang mandiri.
Dalam kegiatan
pendidikan jasmani banyak sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi
terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan prinsip-prinsip yang
mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk didiskusikan. Peraturan
permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan rangsangan bagi anak
untuk memikirkan pemecahannya.
5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa,
pendidikan jasmani menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu
melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat
untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Dalam kehidupan sosial,
setiap individu akan belajar untuk bertanggung jawab melaksanakan peranannya
sebagai anggota masyarakat. Di dalam masyarakat banyak norma yang harus ditaati
dan aturan main yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga
dipelajari, dihayati dan diamalkan.
Untuk dapat berperan
aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan kelompoknya harus menguasai
beberapa keterampilan yang diperlukan. Sesungguhnyalah bahwa kegiatan
pendidikan jasmani disebut sebagai ajang nyata untuk melatih
keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat hidup
berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari bukan
hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait pula dengan
keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan sabar,
memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai motivasi yang
tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua keterampilan di
atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain memilih istilah
kecerdasan emosional (emotional intelligence).
6. Keterampilan sosial
Kecerdasan emosional
atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan
pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah
dengan kerugian sekecil mungkin. Anak-anak yang rendah kemampuan pengendalian
dirinya biasanya ingin memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa
ragu untuk melanggar berbagai ketentuan.
Pendidikan jasmani
menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri,
membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses
pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam
permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi
baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral
yang efektif.
Sebagai contoh, jika
dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru
bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk
membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memancing pendapat
anak-anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang
untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
Demikian juga dalam setiap
adegan proses permainan yang memerlukan kesiapan mentaati peraturan permainan.
Di samping guru mempertanyakan pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat
juga mengundang siswa untuk melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu
dilanggar. Lalu guru dapat menanyakan pendapat siswa tentang tujuan permainan.
Misalnya guru bertanya: :”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara
bisa dibenarkan?”, “Apakah kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?”
bahkan lebih jauh lagi mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang
mereka alami sendiri, misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah
yang berbeda. Topik ini menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta
akibatnya terhadap kehidupan bermasyarakat.
7. Kepercayaan diri dan
citra diri (self esteem)
Melalui pendidikan
jasmani kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan berkembang.
Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri.
Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan
citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk
mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi
dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi stress.
Cara membina citra diri
ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa” atau “ saya
paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasan perilaku. Di
situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk membuktikannya. Ketika
anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan
tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu
untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-anak akan merasa bahwa dirinya
memiliki kemampuan yang baik dan pada gilirannya akan mempengaruhi pula
kualitas usahanya di lain waktu, agar sama seperti yang dicitrakannya. Bila
siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan ini disebut perasaan negatif,
lawan dari perasaan positif.
Kejadian demikian yang
berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa dirinya memang memiliki
kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan diri yang kuat. Karena itu
penting bagi guru penjas untuk menyajikan tugas-tugas belajar yang bisa
menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan perasaan berhasil (feeling of
success) pada setiap anak. Salah satu siasat yang dapat dikerjakan adalah
ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap anak memakai ukurannya
masing-masing.
D. Landasan Ilmiah
Pelaksanaan Pendidikan Jasmani
Secara ilmiah
pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan dari berbagai disiplin ilmu,
di mana pandangan-pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat dijadikan
sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-sekolah. Di
bagian ini, penulis akan menguraikan landasan ilmiah dari minimal tiga disiplin
ilmu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis, dan yang
terakhir sudut pandang sosiologis.
1. Landasan Biologis
bagi Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani
adalah disiplin yang berorientasi tubuh, di samping berorientasi pada disiplin
mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya harus memiliki penguasaan
yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik
pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani. Khususnya dalam masa modern
dewasa ini, ketika pendidikan gerak dipandang teramat penting, pengetahuan
tentang bagaimana tubuh manusia berfungsi dipandang amat krusial agar bisa
melaksanakan tugas pengajaran dengan baik.
Joseph W. Still telah
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti perilaku fisikal dan
intelektual manusia. Meskipun penelitiannya sudah berlangsung di masa lalu,
namun masih menemukan faktanya di masa kini, bahkan maknanya seolah mendapatkan
angin baru dalam era teknologi dewasa ini. Dalam penelitiannya, Still menemukan
bahwa keberhasilan manusia dalam pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi
fisikal maupun dalam prestasi intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat
digambarkan dalam bentuk sebuah kurva, di mana kurva itu bisa menaik dan bisa
menurun, sesuai dengan perjalanan usia manusia.
Dalam kurva hasil
penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5% populasi manusia
berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih banyak mengikuti
kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25 hingga 35 tahun. Yang
menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam pertumbuhan fisik
menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini semakin berkurang.
Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada rendahnya melakukan latihan
fisik, di samping karena terlalu banyak makan, minum, dan merokok; sehingga
mereka merosot kondisinya setelah usia 30 tahunan.
Demikian juga dalam hal
pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang menunjukkan kurva kegagalan dalam
hal prestasinya. Ciri-ciri perkembangan mental menunjukkan puncak prestasi pada
tahap perkembangan yang berbeda. Kemampuan mengingat dicapai pada usia muda,
imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan,
keterampilan menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia
pertengahan, sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan
berfilsafat.
Secara biologis, manusia
dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun perubahan dalam jaman dan
peradaban telah menyebabkan penurunan dalam jumlah aktivitas yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya
tubuh manusia tidaklah berubah. Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa
dalam hal kesehatan tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui
pentingnya aktivitas fisik yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan,
produktivitas, serta efektivitas hidupnya akan menurun drastis. Dalam hal
itulah pendidikan jasmani yang baik di sekolah dan di masa-masa berikut dalam
hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga kemampuan bilogis manusia.
Dipandang dari sudut ini, pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan
mental, emosional, sosial, dan spiritual manusia
MAKNA
PENJAS DAN OLAHRAGA
Dasar – Dasar Pendidikan Jasmani
1.
Makna Pendidikan Jasmani dan
Olahraga
a. Arti Pendidikan dan Pendidikan
Jasmani
· Pendidikan Menurut UU Sisdiknas
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
· The Aims and Function of Education
Based On UU No.20 Tahun 2003
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
· The Meaning of Education Based on
Raka Joni (1981: 14)
1. Pendidikan merupakan proses
interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik
dengan kewibawaan pendidik. (balance interaction between learner and teacher)
2. Pendidikan merupakan upaya penyiapan
peserta didik mengahadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang
semakin pesat. (preparing the learner to stand before the changing of environment)
3. Pendidikan meningkatkan kualitas
kehidupan pribadi dan masyarakat. (improving the quality of life)
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
(Long Life Education)
5. Pendidikan merupakan kiat dalam
menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan
manusia seutuhnya. (sciences and technology application)
· Pendidikan Jasmani
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh
atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam
berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght),
perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess),
kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance).
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh
karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka
membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani
(physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang
aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
Nixon and Cozens (1963: 51) mengemukakan bahwa pendidikan
jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang
berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan
perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Dauer dan Pangrazi (1989: 1) mengemukakan bahwa pendidikan
jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan
kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan
perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan
sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara
yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program
pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada
domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Bucher, (1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional
Ateng (1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definition of Physical Education Based on Bucher and Wuest (1991: 6) physical education is an educational process that has as its aim theimprovement of human performance through the medium of physical activities selected to realize this outcome.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
Bucher, (1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional
Ateng (1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definition of Physical Education Based on Bucher and Wuest (1991: 6) physical education is an educational process that has as its aim theimprovement of human performance through the medium of physical activities selected to realize this outcome.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
b.
Gerak Sebagai Unsur Pokok Pendidikan
Jasmani
Gerak unsur pokok Penjas
a)
Gerak: perubahan posisi dalam ruang
atau terhadap bagian tubuh lainnya.
b) Dalam pertumbuhan anak dikenal
“gerak dasar fundamental” (lokomotor, nonlokomotor dan manipulatif; Bloom)
c)
Penjas mengembangkan ketiga unsur
tersebut.
c.
Olahraga dan Ilmu Olahraga
Pengertian olahraga adalah suatu bentuk kegiatan
jasmani yang terdapat di dalam permainan, perlombaan dan kegiatan intensif
dalam rangka memperoleh relevansi kemenangan dan prestasi optimal.
Pengertian Olahraga (Menpora Maladi) Olahraga mencakup segala kegiatan
manusia yang ditujukan untuk melaksanakan misi hidupnya dan cita-cita hidupnya,
cita-cita nasional politik, sosial, ekonomi, kultural dan sebagainya.
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang
teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan
meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya
makan, Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik; artinya
Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat
ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan
fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun
kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada
siswa-siswa yang aktif mengikuti kegiatan Penjas-Or dari pada siswa-siswa yang
tidak aktif mengikuti Penjas-Or (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson :
Children in Sport dalam Bloomfield,J, Fricker P.A. and Fitch,K.D., 1992).
Makna olahraga
menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu
orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s
New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk
mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam
olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat).
Seperti dikemukakan oleh para ahli lainnya (Pieron,
Cheffers, dan Barette (1994; dalam Naul, 1994) pendidikan olahraga merupakan
sebuah disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu keolahragaan. Paradigma ini
telah diadopsi di Indonesia dalam pengembangan pedagogi olahraga di FIK/
FPOK/JPOK dengan kedudukan bahwa pendidikan olahraga dianggap sebagai “induk”
yang berpotensi untuk memadukan konsep/teori terkait dari relevan dari beberapa
subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya terutama dalam konteks pembinaan dalam
arti luas dan paradigma interdisiplin (Matveyev, dalam Rush Lutan, 1988).
Pandangan ini tak berbeda dengan tradisi di Jerman yang menempatkan pendidikan
olahraga dalam kedudukan sentral dalam struktur ilmu keolahragaan (Wasmund,
1973). Dalam model yang dikembangkan di Universitas Olahraga Moskow, pendidikan
olahraga ditempatkan sebagai “pusat” yang berpotensi untuk memadukan beberapa
subdisiplin ilmu dalam taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli
meletakkan sport, medicine yang mencakup aspek keselamatan (safety) dan
kesehatan sebagai landasan bagi pendidikan olahraga (Rush Lutan, 1998; dalam
laporan hasil The Second Asia Pacific Congress of Sport and Physical, Education
University President).
Widmer (1972) menjelaskan objek formal pendidikan olahraga
yaitu “fenomena olahraga dari fenomena pendidikan, tatkala manusia dirangsang
agar mampu berolahraga. Bagi Grupe & Kruger (1994), pendidikan olahraga
mencakup dua hal utama: (1) tindakan pendidikan praktis dalam bermain dan olahraga,
dan karena itu ada landasan teoretis bagi kegiatan olahraga yang mengandung
maksud mendidik tersebut; dan (2) praktik yang dimaksud berbeda dengan praktik
dan konsep lama dalam pendidikan jasmani yang mengutamakan latihan gaya militer
dan drill di beberapa negara, khsusnya di Jerman; praktik baru itu disertai
konsep teoretis pendidikan jasmani, kontrol terhadap badan, dan disiplin, yang
menyatu dengan gerak fisik, ability, dan keterampilan di bawah pengendalianjiwa
dan kemauan.
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak
badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau
rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut
serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus
seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika
Serikat).
UNESCO mendefinisikan olahraga sebagai “setiap aktivitas
fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam,
orang lain, ataupun diri sendiri”. Sedangkan Dewan Eropa merumuskan olahraga
sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan dalam waktu luang”. Definisi
terakhir ini merupakan cikal bakal panji olahraga di dunia “Sport for All” dan
di Indonesia tahun 1983, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragaka
masyarakat” (Rusli dan Sumardianto,2000: 6).
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dikembagakan.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dikembagakan.
2.
Tujuan Pendidikan Jasmani
a.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah suatu factor yang amat sangat
penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai
atau yang hendak di tuju oleh pendidikan. Begitu juga dengan penyelenggaraan
pendidikan yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah tujuan yang hendak
dicapainya. Hal ini dibuktikan dengan penyelenggaraan pendidikan yang di alami
bangsa Indonesia. Tujuan pendidikan yang berlaku pada waktu Orde Lama berbeda
dengan Orde Baru. Demikian pula sejak Orde Baru hingga sekarang, rumusan tujuan
pendidikan selalu mengalami perubahan dari pelita ke pelita sesuai dengan
tuntutan pembangunan dan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara
Indonesia.
Rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di dalam
Ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989 adalah sebagai berikut:
1.
Tap MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1996 Bab
II Pasal 3 dicantumkan: “ Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan Isi
Undang-Undang Dasar 1945”.
2.
Tap MPR No. IV/ MPR / 1978
menyebutkan “ Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat
kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa”.
3.
Di dalam Tap MPR No. II / MPR/ 1988
dikatakan: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkeperibadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani
dan rohani”.
4.
Di dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan: Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki penetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
b.
Tujuan Pendidikan Jasmani
1.
Mengembangkan keterampilan
pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani
serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang
terpilih.
2.
Meningkatkan pertumbuhan fisik dan
pengembangan psikis yang lebih baik.
3.
Meningkatkan kemampuan dan
keterampilan gerak dasar.
4.
Meletakkan landasan karakter moral
yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan.
5.
Mengembangkan sikap sportif, jujur,
disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis.
6.
Mengembangkan keterampilan untuk
menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
7.
Memahami konsep aktivitas jasmani
dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai
pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil,
serta memiliki sikap yang positif.
3.
Perkembangan Konsep dan Istilah Pendidikan Jasmani
a. Perkembangan Konsep dan Istilah
Sejarah istilah pendidikan jasmani di Amerika Serikat
berawal dari istilah gymnastics, hygiene, dan physical culture Siedentop
(1972). Di tanah air, istilah pendidikan jasmani berawal dari istilah gerak
badan atau aktivitas jasmani. Dalam perjalanan sejarah juga pernah mengalami
istilah pendidikan olahraga, pendidikan jasmani kesehatan rekreasi, pendidikan
jasmani kesehatan, sebelum kembali pada istilah pendidikan jasmani sekarang
ini. Perjalanan ini menunjukkan ketidak-konsistenan misi dan visi pendidikan
jasmani yang diemban di tanah air, terombang-ambing pengaruh zaman dan budaya
serta nilai orientasi yang diyakini masyarakat. Hingga saat ini pun, di sekolah
dikenal istilah matapelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan,
tetapi seolah sepakat semua orang menyebutnya sebagai matapelajaran olahraga.
Bahkan diantara para guru-nya pun lebih senang dipanggil sebagai guru olahraga
daripada guru pendidikan jasmani. Inilah bukti ketidak-konsistenan arah dan
tujuan pendidikan jasmani di tanah air.
Istilah gymnastics yang pernah ada di Amerika, terjadi
sekitar tahun 1800-an, yang merujuk pada aktivitas jasmani atau latihan yang
dilakukan di gymnasium. Istilah ini juga populer di negara Eropa, tetapi di
Amerika digunakan sebagai bagian fase perkembangan program pendidikan jasmani.
Pada saat ini, karena terjadi penciutan makna, berubah menjadi lebih spesifik,
seperti: olympic gymnastics atau corrective gymnastics.
Hygiene, suatu istilah populer lainnya pada tahun 1800-an, yang mengacu pada pengetahuan untuk mengantarkan orang menjadi sehat. Istilah ini muncul kembali pada tahun 1900-an meski menjadi istilah health education. Pada saat kemunculan itu para pemimpin di bidang pendidikan jasmani memusatkan diri dan mengembangkan diri untuk bias mengantarkan para siswanya sehat.
Hygiene, suatu istilah populer lainnya pada tahun 1800-an, yang mengacu pada pengetahuan untuk mengantarkan orang menjadi sehat. Istilah ini muncul kembali pada tahun 1900-an meski menjadi istilah health education. Pada saat kemunculan itu para pemimpin di bidang pendidikan jasmani memusatkan diri dan mengembangkan diri untuk bias mengantarkan para siswanya sehat.
Istilah lain yang pernah muncul di Amerika Serikat adalah
physical culture. Pada sekitar tahun 1800-an, istilah ini sangat dekat dengan
tema pelatihan jasmani, yang lebih mengarah pada program latihan kondisi fisik.
Program seperti ini juga sering diselenggarakan pada program militer mereka.
Tetapi, tentu istilah ini tidak akan sesuai jika diselenggarakan dalam program
pendidikan jasmani di sekolah.
b.
Pendidikan Jasmani Sebagai Satu
Disiplin Ilmu
1.
Penjas sebagai Disiplin Ilmu
·
Suatu Pengetahuan dapat dipandang
sebagai suatu ilmu apabila mempunyai cirri- ciri tertentu dan dilaksanakan
secara penuh disiplin dan konskuen, ciriciri tersebut adalah ontologi,
epistimologi dan aksiologi.
·
Ontologi yang berarti ilmu tersebut
mempunyai obyek kajian yang jelas dan belum digarap oleh ilmu lain dalam hal
ini sebagi obyek kajian pendidikan jasmani adalah gerak manusia
·
Sedang epistimologi bahwa ilmu
tersebut dibentuk dan disusun melalui kajian teori yang berdasarkan logika atau
penalaran tertentu.
·
Ciri yang ketiga adalah aksiologi
yang berarti ilmu tersebut bermafaat untuk kehidupan manusia pada umumnya.
·
Para pakar berpendapat bahwa satu
disiplin ilmu harus mempunyai tubuh pengetahuan. Tubuh pengetahuan dari
pendidikan jasmani adalah bagian dari pengetahuan yang berasal dari banyak
disiplin yang terjalin menjadi satu unit yang terintegrasi dan berhubungan
dengan pendidikan jasmani.
·
Tubuh pengetahuan pendidikan jasmani
berasal dari disiplin biologi, antropologi, sosiologi, psikologi, filosofi,
fisika, dan disiplin lainnya. Pendidikan jasmani bersifat antar disiplin dan
silang disiplin
·
Antar disiplin, pengetahuan yang
diambil dari beberapa disiplin lain seperti anatomi, fisiologi, psikologi.
·
Silang disiplin, pendidikan jasmani
juga memusatkan pada aspek disiplin lain seperti fisilogi latihan adalah salah
satu aspek dari fisiologi, psikologi pendidikan jasmani adalah satu aspek dari
psikologi dsb.
MAKNA
DAN HAKEKAT PENJAS DAN OLAHRAGA
A. Kedudukan Dan Makna
Pendidikan Jasmani
Bangsa kita sedang
dihadapkan pada kondisi centang perenang. Krisis multimuka yang datang menyusul
terjadinya krisis ekonomi dan krisis moneter yang memukul bangsa kita di titik
akhir milenium kedua, hingga kini masih membekaskan luka dalam bagi sebagian
besar masyarakat kita. Luka itu terasa lebih pedih dan lama bagi bangsa kita,
di tengah kondisi dunia yang sedang dihadapkan pada krisis perebutan kekuasaan
politik dunia, dengan nuansa kental perebutan kekuatan ekonomi dan teknologi di
sebagian besar dunia maju.
Kemampuan ekonomi bangsa
Indonesia telah terlempar pada keadaan tak terkendali, menghasilkan persoalan-persoalan
seperti pemangkasan anggaran, harga barang yang membubung, kesulitan dan
konflik penduduk kota, rangkaian pengangguran, hingga defisit pemerintah yang
semakin menggunung.
Jika negara maju lainnya
sudah mengambil langkah-langkah pasti terhadap persoalan global yang menantang
tersebut, Indonesia tetap berada dalam kondisi lesu. Bagi negara lain,
misalnya, keterbatasan sumber energi yang berbasis pada penggunaan minyak bumi
telah diantisipasi dengan jalan memproduksi alat transportasi dan pengoperasian
pabrik-pabrik yang akrab lingkungan dan hemat energi. Perhatian terhadap
lingkungan telah mengarah pada upaya pengimplementasian alat-alat dan aturan
yang membatasi toleransi kebisingan suara, radiasi, dan polusi serta perusakan
tanah, hutan dan sungai. Penekanan asas akuntabilitas telah mendorong para
pembayar pajak untuk mengetahui kemana saja uang mereka dihabiskan. Ancaman
perpecahan antar etnis dan konflik bangsa-bangsa mengarah pada diberdayakannya
pendidikan dalam semua jenjang dan mata pelajaran sebagai alat untuk
menumbuhkan saling pengertian dan cinta damai pada para siswa dan
masyarakatnya. Ini semua berbeda tajam dengan apa yang tengah terjadi di negara
kita.
Tidak cukup dengan itu,
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mencapai tahap yang
sangat maju, telah pula menghadapkan bangsa kita, terutama para remaja dan
anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh dari semangat perkembangan
total, karena lebih mengutamakan keunggulan kecerdasan intelektual, sambil
mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan moral individu. Budaya hidup
sedenter (kurang gerak) karenanya semakin kuat menggejala di kalangan anak-anak
dan remaja, berkombinasi dengan semakin hilangnya ruang-ruang publik dan tugas
kehidupan yang memerlukan upaya fisik yang keras. Segalanya menjadi mudah,
demikian pernyataan para ahli, sehingga lambat laun kemampuan fisik manusia
sudah tidak diperlukan lagi. Dikhawatirkan, secara evolutif manusia akan
berubah bentuk fisiknya, mengarah pada bentuk yang tidak bisa kita bayangkan,
karena banyak anggota tubuh kita, dari mulai kaki dan lengan sudah dipandang
tidak berfungsi lagi.
Dalam kondisi demikian,
patutlah kita mempertanyakan kembali peranan dan fungsi pendidikan, khususnya
pendidikan jasmani: apakah peranan yang bisa dimainkan oleh program pendidikan
jasmani dalam kondisi dunia dan bangsa yang semakin dihadapkan pada kuatnya
potensi konflik tersebut? Apa peranan pendidikan jasmani dalam mempersiapkan
para pewaris bangsa ini untuk mampu bersaing secara sehat dalam persaingan
global sekarang dan kelak? Apa pula peranan pendidikan jasmani dan olahraga
dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya evolusi kehidupan manusia yang
cenderung tidak lagi memerlukan perangkat fisik yang utuh untuk menjalankan
tugasnya sehari-hari?
Buku ini mencoba
menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar di atas, serta menawarkan satu
alternatif dalam memandang peranan dan fungsi Pendidikan Jasmani yang
seharusnya dilaksanakan di sekolah-sekolah, termasuk di sekolah luar Biasa
(SLB).
B. Hakikat Pendidikan
Jasmani
Pendidikan jasmani pada
hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk
menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik,
mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah
kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang
yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pada kenyataannya,
pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik
perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Per definisi, pendidikan
jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun esensinya sama,
yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani memanfaatkan
alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan
bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan
dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya
pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi
aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak
langsung.
Karena hasil-hasil
kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat
penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya menunjuk
pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah
pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu
proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.
Sungguh, pendidikan
jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’
yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik
tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan:
psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer,
penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat
pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat
jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano.
Kesatuan Jiwa dan Raga
Salah satu pertanyaan
sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan antara jiwa dan raga atau tubuh.
Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah, dengan penekanan
berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut dualisme, yang mengarah pada
penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan fisik secara lebih inferior.
Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu
kepercayaan yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak
pandangan ini dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di
dalam raga yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan
ideal dari tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan
seluruh aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan
Zeigler bahwa fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang
mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat
tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Akan tetapi, pertanyaan
nyata yang harus dikedepankan di sini bukanlah ‘apakah kita percaya terhadap
konsep holistik tentang pendidikan jasmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat
ini bersifat dominan dalam masyarakat kita atau di antara pengemban tugas
penjas sendiri?
Dalam masyarakat
sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan dualisme di atas masih kuat
berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar guru penjas sendiri,
barangkali pandangan demikian masih kuat mengakar, entah akibat dari kurangnya
pemahaman terhadap falsafah penjas sendiri, maupun karena kuatnya kepercayaan
itu. Yang pasti, masih banyak guru penjas yang sangat jauh dari menyadari
terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah-sekolah, sehingga
proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada
program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus
Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang labih baik, karena
ironisnya, justru program pendidikan jasmani di kita malahan tidak ditekankan
ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah, yang memandang bahwa
program penjas dipandang tidak penting sama sekali.
Nilai-nilai yang
dikandung penjas untuk mengembangkan manusia utuh menyeluruh, sungguh masih
jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat kita. Ini bersumber dan disebabkan
oleh kenyataan pelaksanaan praktik penjas di lapangan. Teramat banyak kasus
atau contoh di mana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan
menunjuk pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani
di lapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara
apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan
praktek) adalah sebuah duri dalam bidang pendidikan jasmani kita.
Hubungan Pendidikan
Jasmani dengan Bermain dan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan
jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan
olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering
digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu
para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani
secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya
adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain
sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain
tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan
pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam
keduanya.
Olahraga di pihak lain
adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa
ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan
jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara
tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk
pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita
mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga
kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang
terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan
atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak
dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak
yang terlibat.
Di atas semua pengertian
itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan
olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga
berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu
saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya
semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain,
pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga,
tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu
seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya,
pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan
tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas
dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan
pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat
melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan
kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan
pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan.
Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap
tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga.
Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan
kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya.
Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya
dapat dan harus beriringan bersama.
Lalu bagaimana dengan
rekreasi dan dansa (dance)?
Para ahli memandang
bahwa rekreasi adalah aktivitas untuk mengisi waktu senggang. Akan tetapi,
rekreasi dapat pula memenuhi salah satu definisi “penggunaan berharga dari
waktu luang.” Dalam pandangan itu, aktivitas diseleksi oleh individu sebagai
fungsi memperbaharui ulang kondisi fisik dan jiwa, sehingga tidak berarti hanya
membuang-buang waktu atau membunuh waktu. Rekreasi adalah aktivitas yang
menyehatkan pada aspek fisik, mental dan sosial. Jay B. Nash menggambarkan
bahwa rekreasi adalah pelengkap dari kerja, dan karenanya merupakan kebutuhan
semua orang.
Dengan demikian,
penekanan dari rekreasi adalah dalam nuansa “mencipta kembali” (re-creation)
orang tersebut, upaya revitalisasi tubuh dan jiwa yang terwujud karena
‘menjauh’ dari aktivitas rutin dan kondisi yang menekan dalam kehidupan
sehari-hari. Landasan kependidikan dari rekreasi karenanya kini diangkat
kembali, sehingga sering diistilahkan dengan pendidikan rekreasi, yang tujuan
utamanya adalah mendidik orang dalam bagaimana memanfaatkan waktu senggang
mereka.
Sedangkan dansa adalah
aktivitas gerak ritmis yang biasanya dilakukan dengan iringan musik, kadang
dipandang sebagai sebuah alat ungkap atau ekspresi dari suatu lingkup budaya
tertentu, yang pada perkembangannya digunakan untuk hiburan dan memperoleh
kesenangan, di samping sebagai alat untuk menjalin komunikasi dan pergaulan, di
samping sebagai kegiatan yang menyehatkan.
Di Amerika, dansa
menjadi bagian dari program pendidikan jasmani, karena dipandang sebagai alat
untuk membina perbendaharaan dan pengalaman gerak anak, di samping untuk meningkatkan
kebugaran jasmani serta pewarisan nilai-nilai. Meskipun menjadi bagian penjas,
dansa sendiri masih dianggap sebagai cabang dari seni. Kemungkinan bahwa dansa
digunakan dalam penjas terutama karena hasilnya yang mampu mengembangkan
orientasi gerak tubuh. Bahkan ditengarai bahwa aspek seni dari dansa dipandang
mampu mengurangi kecenderungan penjas agar tidak terlalu berorientasi
kompetitif dengan memasukkan unsur estetikanya. Jadi sifatnya untuk melengkapi
fungsi dan peranan penjas dalam membentuk manusia yang utuh seperti diungkap di
bagian-bagian awal naskah ini.
C. Tujuan Pendidikan
Jasmani
Apakah sebenarnya tujuan
pendidikan jasmani? Menjawab pertanyaan demikian, banyak guru yang masih
berbeda pendapat. Ada yang menjawab bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam berolahraga. Ada pula yang berpendapat, tujuannya adalah
meningkatkan taraf kesehatan anak yang baik, dan tidak bisa disangkal pula
pasti ada yang mengatakan, bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Kesemua jawaban di atas benar belaka. Hanya
saja barangkali bisa dikatakan kurang lengkap, sebab yang paling penting dari
kesemuanya itu tujuannya bersifat menyeluruh.
Secara sederhana,
pendidikan jasmani memberikan kesempatan kepada siswa untuk:
- Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
- Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani.
- Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
- Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan.
- Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.
- Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.
Diringkaskan dalam
terminologi yang populer, maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus
mencakup tujuan dalam domain psikomotorik, domain kognitif, dan tak kalah
pentingnya dalam domain afektif.
Pengembangan domain
psikomotorik secara umum dapat diarahkan pada dua tujuan utama,
pertama mencapai perkembangan aspek kebugaran jasmani, dan kedua, mencapai
perkembangan aspek perseptual motorik. Ini menegaskan bahwa pembelajaran
pendidikan jasmani harus melibatkan aktivitas fisik yang mampu merangsang
kemampuan kebugaran jasmani serta sekaligus bersifat pembentukan penguasaan
gerak keterampilan itu sendiri.
Kebugaran jasmani
merupakan aspek penting dari domain psikomotorik, yang bertumpu pada
perkembangan kemampuan biologis organ tubuh. Konsentrasinya lebih banyak pada
persoalan peningkatan efisiensi fungsi faal tubuh dengan segala aspeknya
sebagai sebuah sistem (misalnya sistem peredaran darah, sistem pernapasan,
sistem metabolisme, dll.)
Dalam pengertian yang
lebih resmi, sering dibedakan konsep kebugaran jasmani ini dengan konsep
kebugaran motorik. Keduanya dibedakan dalam hal: kebugaran jasmani menunjuk
pada aspek kualitas tubuh dan organ-organnya, seperti kekuatan (otot), daya
tahan (jantung-paru), kelentukan (otot dan persendian); sedangkan kebugaran
motorik menekankan aspek penampilan yang melibatkan kualitas gerak sendiri
seperti kecepatan, kelincahan, koordinasi, power, keseimbangan, dll. Namun
dalam naskah ini, penulis akan menggunakan konsep kebugaran jasmani tersebut
untuk menunjuk pada keseluruhan aspek di atas.
Pengembangan
keterampilan gerak merujuk pada proses penguasaan suatu keterampilan atau tugas
gerak yang melibatkan proses mempersepsi rangsangan dari luar, kemudian
rangsangan itu diolah dan diprogramkan sampai terjadinya respons berupa
tindakan yang sesuai dengan rangsangan itu.
Penekanan proses
pembelajarannya lebih banyak ditujukan pada proses perangsangan yang
bervariasi, sehingga setiap kali anak selalu mengerahkan kemampuannya dalam
mengolah informasi, ketika akan menghasilkan gerak. Dengan cara itu, kepekaan
sistem saraf anak semakin dikembangkan.
Domain kognitif mencakup
pengetahuan tentang fakta, konsep, dan lebih penting lagi adalah penalaran dan
kemampuan memecahkan masalah. Aspek kognitif dalam pendidikan jasmani, tidak
saja menyangkut penguasaan pengetahuan faktual semata-mata, tetapi meliputi
pula pemahaman terhadap gejala gerak dan prinsipnya, termasuk yang berkaitan
dengan landasan ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga serta manfaat pengisian
waktu luang.
Domain afektif mencakup
sifat-sifat psikologis yang menjadi unsur kepribadian yang kukuh. Tidak hanya
tentang sikap sebagai kesiapan berbuat yang perlu dikembangkan, tetapi yang
lebih penting adalah konsep diri dan komponen kepribadian lainnya, seperti
intelegensia emosional dan watak. Konsep diri menyangkut persepsi diri atau
penilaian seseorang tentang kelebihannya. Konsep diri merupakan fondasi
kepribadian anak dan sangat diyakini ada kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangan mereka setelah dewasa kelak.
Intelegensia emosional
mencakup beberapa sifat penting, yakni pengendalian diri, kemampuan memotivasi
diri, ketekunan, dan kemampuan untuk berempati. Pengendalian diri merupakan
kualitas pribadi yang mampu menyelaraskan pertimbangan akal dan emosi yang
menjadi sifat penting dalam kehidupan sosial dan pencapaiannya untuk sukses
hidup di masyarakat. Demikian juga dengan ketekunan; tidak ada pekerjaan yang
dapat dicapai dengan baik tanpa ada ketekunan. Ini juga berlaku sama dengan
kemampuan memotivasi diri, kemandirian untuk tidak selalu diawasi dalam
menyelesaikan tugas apapun.
Di lain pihak, kemampuan
berempati merupakan kualitas pribadi yang mampu menempatkan diri di pihak orang
lain, dengan mencoba mengetahui perasaan oran lain. Karena itu pula empati
disebut juga sebagai kecerdasan hubungan sosial. “Cubitlah diri kamu sendiri,
sebelum mencubit orang lain. Niscaya kamu akan mengetahui, apa yang boleh dan
tidak boleh kamu lakukan pada orang lain,” merupakan kearifan leluhur, yang
jika diperas maknanya, tidak lain adalah penekanan kemampuan berempati.
D. Gerak Sebagai Kebutuhan Anak
Dunia anak-anak adalah
dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan.
Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut
Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu
terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa.
Dunia anak-anak memang
menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi
berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia
itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah
kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya.
Bermain adalah dunia
anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah
ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga
mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarnya. Bayangkan keceriaan yang
didapatnya ketika ia menyadari baru saja menambah pengetahuan dan keterampilan.
“Lihat, saya sudah bisa “ teriaknya kepada semua orang.
Belajar dan keceriaan
merupakan dua hal penting dalam masa kanak-kanak. Hal ini termasuk upaya
mempelajari tubuhnya sendiri dan berbagai kemungkinan geraknya. Gerak adalah
rangsangan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kian banyak ia
bergerak, kian banyak hal yang ditemui dan dijelajahi. Kian baik pula kualitas
pertumbuhannya.
Perhatikan tiga kata
kunci di atas: gerak, gembira, dan belajar.
Anak-anak suka bergerak dan suka belajar. Perhatikan bagaimana anak-anak
bermain di lapangan. Di sana akan tampak, mereka bergerak dengan keterlibatan
yang total dan dipenuhi kegembiraan. Bagi anak, gerak semata-mata untuk
kesenangan, bukan di dorong oleh maksud dan tujuan tertentu. Gerak adalah
kebutuhan mutlak anak-anak.
Sayangnya, ketika
usianya semakin meningkat, aktivitas anak-anak semakin berkurang. Ketika
memasuki usia sekolah, ia belajar dengan cara yang berbeda. Mereka lebih banyak
diminta duduk tenang untuk mendengarkan penjelasan guru tentang berbagai hal.
Lingkungan belajar pun semakin sempit, dibatasi oleh empat sisi dinding kelas
yang membelenggu. Karena dipaksa untuk diam, dan mendengarkan orang lain
berbicara, belajar tidak lagi menarik bagi anak. Keceriaan mereka terampas dan
hilanglah sebagian “keajaiban” dunia anak-anak mereka. Tidak heran bila anak
merasa bahwa belajar ternyata kegiatan yang tidak menyenangkan.
E. Pentingnya Pendidikan
Jasmani
Beban belajar di sekolah
begitu berat dan menekan kebebasan anak untuk bergerak. Kebutuhan mereka akan
gerak tidak bisa terpenuhi karena keterbatasan waktu dan kesempatan. Lingkungan
sekolah tidak menyediakan wilayah yang menarik untuk dijelajahi. Penyelenggara
pendidikan di sekolah yang lebih mengutamakan prestasi akademis, memberikan
anak tugas-tugas belajar yang menumpuk.
Kehidupan sekolah yang demikian
berkombinasi pula dengan kehidupan di rumah dan lingkungan luar sekolah. Jika
di sekolah anak kurang bergerak, di rumah keadaannya juga demikian. Kemajuan
teknologi yang dicapai pada saat ini, malah mengungkung anak-anak dalam
lingkungan kurang gerak. Anak semakin asyik dengan kesenangannya seperti
menonton TV atau bermain video game. Tidak mengherankan bila ada kerisauan
bahwa kebugaran anak-anak semakin menurun.
Dengan semakin rendahnya
kebugaran jasmani, kian meningkat pula gejala penyakit hipokinetik (kurang
gerak). Kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing manis, nyeri pinggang bagian
bawah, adalah contoh dari penyakit kurang gerak . Akibatnya penyakit jantung
tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa, tetapi juga sudah menyerang
anak-anak.
Sejalan dengan itu,
pengetahuan dan kebiasaan makan yang buruk pun semakin memperparah masalah
kesehatan yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Dengan pola gizi yang
berlebihan, para ‘pemalas gerak’ itu akan menimbun lemak dalam tubuhnya secara
berlebihan. Mereka menghadapkan diri mereka sendiri pada resiko penyakit
degenaratif (menurunnya fungsi organ) yang semakin besar.
Pendidikan Jasmani
tampil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga kedudukannya dianggap penting.
Melalui program yang direncanakan secara baik, anak-anak dilibatkan dalam
kegiatan fisik yang tinggi intensitasnya. Pendidikan Jasmani juga tetap
menyediakan ruang untuk belajar menjelajahi lingkungan yang ada di sekitarnya
dengan banyak mencoba, sehingga kegiatannya tetap sesuai dengan minat anak.
Lewat pendidikan jasmanilah anak-anak menemukan saluran yang tepat untuk
bergerak bebas dan meraih kembali keceriaannya, sambil terangsang perkembangan
yang bersifat menyeluruh.
Secara umum, manfaat
pendidikan jasmani di sekolah mencakup sebagai berikut:
1.
Memenuhi kebutuhan anak akan gerak
Pendidikan jasmani
memang merupakan dunia anak-anak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Di
dalamnya anak-anak dapat belajar sambil bergembira melalui penyaluran hasratnya
untuk bergerak. Semakin terpenuhi kebutuhan akan gerak dalam masa-masa
pertumbuhannya, kian besar kemaslahatannya bagi kualitas pertumbuhan itu
sendiri.
2. Mengenalkan anak
pada lingkungan dan potensi dirinya
Pendidikan jasmani
adalah waktu untuk ‘berbuat’. Anak-anak akan lebih memilih untuk ‘berbuat’
sesuatu dari pada hanya harus melihat atau mendengarkan orang lain ketika
mereka sedang belajar. Suasana kebebasan yang ditawarkan di lapangan atau
gedung olahraga sirna karena sekian lama terkurung di antara batas-batas ruang
kelas. Keadaan ini benar-benar tidak sesuai dengan dorongan nalurinya.
Dengan bermain dan
bergerak anak benar-benar belajar tentang potensinya dan dalam kegiatan ini
anak-anak mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Para ahli sepaham bahwa
pengalaman ini penting untuk merangsang pertumbuhan intelektual dan hubungan
sosialnya dan bahkan perkembangan harga diri yang menjadi dasar kepribadiannya
kelak.
3. Menanamkan
dasar-dasar keterampilan yang berguna
Peranan pendidikan
jasmani di Sekolah Dasar cukup unik, karena turut mengembangkan dasar-dasar
keterampilan yang diperlukan anak untuk menguasai berbagai keterampilan dalam
kehidupan di kemudian hari. Menurut para ahli, pola pertumbuhan anak usia
sekolah hingga menjelang akil balig atau remaja disebut pola pertumbuhan lambat.
Pola ini merupakan kebalikan dari pola pertumbuhan cepat yang dialami anak
ketika mereka baru lahir hingga usia 5 tahunan. Dalam hal ini berlaku dalil:
“... ketika memasuki masa pertumbuhan cepat, kemampuan
untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru berjalan lambat. Sebaliknya,
dalam masa pertumbuhan yang lambat, kemampuan untuk mempelajari keterampilan
meningkat.”
|
Karena pada usia SD
tingkat pertumbuhan sedang lambat-lambatnya, maka pada usia-usia inilah
kesempatan anak untuk mempelajari keterampilan gerak sedang tiba pada masa
kritisnya. Konsekuensinya, keterlantaran pembinaan pada masa ini sangat
berpengruh terhadap perkembangan anak pada masa berikutnya.
4. Menyalurkan energi
yang berlebihan
Anak adalah mahluk yang
sedang berada dalam masa kelebihan energi. Kelebihan energi ini perlu
disalurkan agar tidak menganggu keseimbangan perilaku dan mental anak. Segera
setelah kelebihan energi tersalurkan, anak akan memperoleh kembali keseimbangan
dirinya, karena setelah istirahat, anak akan kembali memperbaharui dan
memulihkan energinya secara optimum.
5. Merupakan proses
pendidikan secara serempak baik fisik, mental maupun emosional
Pendidikan jasmani yang benar akan memberikan sumbangan yang
sangat berarti terhadap pendidikan anak secara keseluruhan. Hasil nyata yang
diperoleh dari pendidikan jasmani adalah perkembangan yang lengkap, meliputi
aspek fisik, mental, emosi, sosial dan moral. Tidak salah jika para ahli
percaya bahwa pendidikan jasmani merupakan wahana yang paling tepat untuk
“membentuk manusia seutuhnya”
Komentar
Posting Komentar